Sabtu, 20 Desember 2008

SURGA MENYAJIKAN SUP AYAM

Pagi ini, Bibi Neneng meninggal.

Sahabat saya yang terkasih ini berusia 83 tahun.

Siapakah dia? Ia adalah kasih Tuhan bagi saya. Sungguh.

Saya akan ceritakan pada Anda kisahnya yang luar biasa.

Ia adalah seorang wanita yang pendek, agak gemuk, berambut abu-abu,tidak pernah menikah dengan tawa yang lepas dan memiliki sebuah hati sebesar kapal.

Selama bertahun-tahun, ia adalah seorang wanita karir yang sangat sukses yang memiliki sebuah kantin raksasa di sebuah rumah sakit.

Selama hidupnya, ia memasak dan memberi makan orang-orang. Jika ia memberi makan seorang manusia dan manusia itu berkata, “Enak!”, ia serasa di surga.Pertama kali saya bertemu Bibi Neneng Tahun 1980, ketika ia bergabung dalam persekutuan doa kami yang sangat kecil, Light of Jesus.

Setelah beberapa minggu, saya perhatikan betapa orang-orang mengasihinya.Sebagai pimpinan mereka, orang-orang menyapa saya dengan hormat.Namun ketika Bibi Neneng datang ke persekutuan doa, setiap orang berdiri dan memujanya. Karena setiap minggu, tanpa terkecuali, ia membawa sepanci besar sup ayam bagi semua orang.Ini adalah sebuah rahasia yang ingin saya bagikan pada Anda…

IA ADALAH IBU KEDUA SAYA
Suatu hari, ketika saya baru berumur 18 tahun, Bibi Neneng menarik saya ke samping dan memberikan sebuah amplop putih yang tebal ke dalam genggaman saya. “Saudara Bo,” katanya, “Saya tahu kamu sedang berdoa meminta sebuah mobil. Daripada hanya berdoa, saya memberimu uang untuk membeli mobil bekas.”Saya merasa tidak percaya. Uang tunai sejumlah lima puluh ribu Peso.I tu adalah jumlah terbesar yang pernah saya pegang dalam genggaman saya.

Pada Tahun 1984, lima puluh ribu Peso adalah jumlah yang sangat besar.Tapi saya tidak bisa begitu saja membeli mobil bagi diri sayasendiri. Karena itu beberapa bulan kemudian, saya memberitahunya,“Bibi Neneng, saya telah mendonasikan uangmu kepada komunitas. Kita lebih membutuhkan sebuah mobil van daripada saya butuh sebuah mobil pribadi.” Ia mengerti. “Itu terserah kamu, Bo.”Ia seperti ibu kedua bagi saya.

Setiap kali ia melihat saya, ia akan memberi saya makanan, cerita, dan tawa.Dan ketika komunitas butuh uang, ia adalah orang pertama yang saya hubungi. “Bibi Neneng, saya ingin membeli sebidang kecil properti untuk kantor komunitas kita. Bisakah engkau membantu saya?” Ia bahkan tidak meminta saya untuk menjelaskan. Dia mengambil buku ceknya dan menulis sebuah cek senilai seratus ribu Peso. (Sekarang,nilai itu sama dengan lima ratus ribu Peso.)

Gedung kantor kami sekarang berdiri di atas properti yang sama itu.Dan ketika saya kehabisan uang untuk membayar gaji para staf full-time kami, saya akan menelponnya. Ketika saya menyapanya, “Hai BibiNeneng,” ia bahkan tidak memberi saya kesempatan untuk bicara. Ia hanya berkata, “Saya punya sebuah cek untukmu. Datang ke sini.”Namun sesuatu terjadi ketika ia berusia 70 tahun…

IA MENINGGALKAN SEGALANYA UNTUK CINTA
Ia mengalami serangan jantung besar.

Begitu besarnya, ia meninggal – selama satu menit.

Syukurlah, para dokter berhasil menghidupkannya kembali.

Saya mengunjunginya di rumah sakit dan saya terkejut dengan permintaannya. Meskipun ia masih berbaring di ranjang, wanita berusia70 tahun ini berkata, “Saudara Bo, saya ingin melayani Tuhan.”Saya katakan, “Bibi Neneng, engkau sudah melayani Tuhan.”“Tidak,” katanya, “Saya ingin melayani di Anawim. Sekarang ini adalah hidup saya yang kedua. Tolong beri saya kesempatan untuk hidup dengan orang-orang miskin dan memasak bagi mereka setiap hari.”

Anawim merupakan sebuah pelayanan bagi yang termiskin dari yang miskin yang saya mulai setahun sebelumnya. Kami menampung para lansia(lanjut usia) yang terlantar di sebuah area seluas 5 hektar di Montalban.

Bibi Neneng meninggalkan semuanya – rumah besarnya, kamar ber-AC-nya,dan mobil mewah terbarunya. Dan ia juga meninggalkan bisnisnya.Ia tinggal di Anawim dan mengambil alih dapur.Bibi Neneng pindah ke salah satu rumah yang ditinggali para wanita tua miskin yang kami temukan di jalan-jalan. Di rumah itu, ia akan berbagi toilet yang sama dengan orang-orang jalanan ini.I

tu bukan hidup yang gampang. Selama tahun-tahun awal di Anawim, kami bahkan tidak punya listrikd atau air leding.Tapi setiap hari, dengan kasih yang besar, ia akan memasak sarapan,makan siang, dan makan malam bagi ratusan penghuni Anawim kami. Dan memang, kami memanggilnya Ibu Anawim.

Seringkali, ia merogoh uang dari dompetnya sendiri dan memberinya pada pelayanan. Hingga suatu hari, ia berkata pada saya dengan tertawa,“Saudara Bo, saya tidak punya uang lagi. Semua sudah habis.”Ia memberi segalanya. Kekuatannya. Waktunya. Uangnya. Hidupnya.

WANITA PALING BAHAGIA YANG PERNAH SAYA JUMPAI
Seringkali, kami mengobrol setelah makan siang. Ia senang mengatakanpada saya, “Saudara Bo, saya bisa meninggal sekarang juga. Sayabegitu bahagia. Apa lagi yang bisa saya minta?” Setiap kali ia mengatakan kalimat ini, ia akan menangis dengan airmata sukacita.

Percaya deh. Ia adalah salah satu orang yang paling bahagia yang pernah saya jumpai dalam hidup saya.Hari ini, setelah tiga belas tahun melayani yang termiskin dari yangmiskin, ia kembali mengalami serangan jantung.

Kali ini, Tuhan tidakmelepaskannya.

Surga sedang berpesta sekarang.Tidak heran.Tuhan dan para malaikatNya pasti juga suka sup ayam.

Anda ingin bahagia?

Layani Tuhan seperti Bibi Neneng.Itu merupakan hal terbesar di planet bumi.

Semoga impian Anda menjadi kenyataan,
Bo Sanchez

Tidak ada komentar: